Buku Aku Diponegoro: Sang Pangeran Dalam Ingatan Bangsa ini adalah kumpulan karya seni dengan tema Pangeran Diponegoro yang dipajang dalam Pameran Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa, dari Raden Saleh hingga Kini yang merupakan lanjutan dari pameran seni Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia. Pameran ini diselenggarakan di Galeri Nasional Indonesia (GNI) pada tanggal 5 Februari-8 Maret 2015, dan merupakan salah satu program pameran besar Galeri Nasional Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dinisiasi dan bekerjasama dengan Goethe-lnstitut lndonesien serta beberapa lembaga lainnya, seperti Kedutaan Besar Jerman, Yayasan Arsari Djojohadikusumo, Erasmus Huis, Yayasan Taut Seni, Djarum
Foundation, Galeri Foto Jurnalistik Antara, Universitas Paramadina, serta lembaga-lembaga lain.
Bintang dari pameran tersebut adalah lukisan Gevangenname van Prins Diponegoro atau Penangkapan Pangeran Diponegoro yang merupakan mahakarya dari pelukis legendaris Raden Saleh.
Dalam karyanya ini, Raden Saleh menggambarkan posisi Pangeran Diponegoro sama tinggi dengan De Kock, berdiri dengan kepala mendongak, menyiratkan bahwa Sang Pangeran memegang teguh kehormatannya. Tangan kiri digambarkan terkepal didepan, menggambarkan walaupun kalah, beliau tidak menyerah, Tangan kanan terbuka seperti hendak menyentuh kepala pengikutnya, sebagai simbol kasih sayang beliau kepada rakyat, Di pinggang pangeran Diponegoro terselip benda seperti tasbih, yang menggambarkan kedekatan beliau kepada Tuhan. Raden Saleh menggambarkan tubuh Pangeran Diponegoro dan pengikutnya secara proporsional, sedangkan Jenderal De Kock dan anak buahnya digambarkan dengan kepala yang lebih besar dari tubuhnya. Werner Kraus, seorang peneliti sejarah dari Jerman menulis bahwa orang-orang Eropa waktu itu tidak memahami simbol-simbol Jawa yang digunakan oleh Raden Saleh, seperti posisi De Kock yang ada disebelah kiri Pangeran Diponegoro merupakan simbol derajat yang lebih rendah, serta kepala yang lebih besar, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai ketidak mampuan dalam melukis, merupakan simbol raksasa yang memiliki sifat sombong. Bukan hanya orang eropa, simbol-simbol ini juga sulit dipahami oleh orang Indonesia sendiri, bahkan karena Raden Saleh merupakan pelukis didikan Belanda, mereka meragukan nasionalisme beliau. Sudjojono yang merupakan pelukis legendaris Indonesia pernah berkomentar “Saya tidak sependapat bila seorang pelukis pribumi yang berasal dari tokoh Indonesia melukiskan pahlawannya pada saat ditangkap Belanda dalam keadaan pasrah, loyo, tidak bertenaga”.
Hal ini sebenarnya tidakperlu terjadi, karena Raden Saleh bahkan memasukkan gambar karakter yang mirip dirinya sebagai pengikut Pangeran Diponegoro dalam lukisan tersebut, serta membandingkan karya Raden saleh dengan lukisan lain yang bertema sama karya pelukis Belanda Nicolaas Pieneman yang berjudul De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-generaal baron De Kock atau Menyerahnya Diponegoro kepada Letnan Jenderal Baron De Kock, Disini Jenderal De Kock dilukiskan berdiri di posisi lebih tinggi dengan gagah dan berwibawa, menunjuk kearah kereta yang akan membawa pergi Sang Pangeran, serta bendera belanda yang berkibar tertiup angin, yang tidak ada dalam lukisan Raden Saleh.
Kanvas lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro disimpan di Istana Het Loo, Den Haag. Pada tahun 1978, lukisan itu diserahkan kepada pemerintah Indonesia yang sudah merdeka, setelah itu dipamerkan di Museum Nasional Indonesia dan Istana Kepresidenan di Jakarta. Karena lukisan tersebut berada dalam keadaan yang buruk, lukisan tersebut sepenuhnya direstorasi pada tahun 2013. Kini lukisan tersebut menjadi bagian dari koleksi Museum Kepresidenan.
Sumber :
http://kebudayaanindonesia.net/